Views: 47
MGMP Bahasa Indonesia berhasil menyelenggarakan Diklat Fungsional Penggunaan Bahasa Indonesia di Ruang Publik melalui aplikasi google meet, Kamis (10/10). Sriyono dalam sambutannya mengatakan kehadiran guru di kelas sangat memberikan manfaat bagi peserta didik. Selain informasi tersebut, beliau menyampaikan dengan selesainya kegiatan diklat ini, peserta akan mendapatkan empat sertifikat 32 JP, sehingga sertifikat tersebut bisa diunggah pada aplikasi Indeks Keprofesionalitas ASN.
Sriyono juga menyampaikan tentang progres pengelolaan Ekinerja dengan menjelaskan alur penyelesaian Ekinerja bagi guru. Alur tersebut dimulai dari pengisian kinerja secara bertahap, kemudian dokumen persiapan, tindak lanjut, dan refleksi tindakan. Setelah semua tahapan terisi dengan lengkap, bisa diklik “kumpulkan”. Pengisian Ekinerja PMM dinyatakan berhasil apabila tabel “Observasi Praktik Kinerja” sudah menunjukkan angka 100.
Diklat kedua sebagai lanjutan diklat yang diselenggarakan di RM Saraswati Wonogiri pada Kamis (3/10) ini menghadirkan narasumber yakni Koordinator KKLP Penerjemahan Balai Bahasa Provinsi Jawa Tengah, Ika Inayati, M.Li. Menurut Ika, program pengutamaan bahasa Indonesia di ruang publik bertujuan agar masyarakat tertib berbahasa dan mengutamakan bahasa negara di ruang publik, serta meningkatkan kualias penggunaan bahasa Indonesia di ruang publik.
“Nama tempat umum harus menggunakan bahasa Indonesia, karena bahasa negara kita adalah bahasa Indonesia, dan penggunaan bahasa Indonesia di ruang publik diatur dalam undang-undang,” kata Ika. Beliau juga menyebut bahasa Indonesia wajib digunakan pada nama bangunan atau gedung, apartemen atau pemukiman, lembaga pendidikan, dan lain-lain seperti yang tertuang dalam Peraturan Presiden No. 63 tahun 2019.
Dalam penggunaan rambu, penunjuk jalan, fasilitas umum, spanduk, dan alat informasi lain, Ika menyampaikan harus mengutamakan bahasa Indonesia. Tulisan bahasa Indonesia harus paling terlihat jelas dan warnanya lebih mencolok. Jika tertulis juga bahasa asing, ditulis paling bawah, ukurannya lebih kecil, warnanya tidak mencolok, dan dicetak miring.
Ika memberikan contoh beberapa penggunaan bahasa Indonesia yang kurang tepat di ruang publik, seperti “Pelabuhan Semayang Balikpapan Bebas Parkir” agar tidak bermakna ambigu (ganda) kata bebas bisa diganti dengan kata dilarang, bebas dari, atau tanpa. Selanjutnya Ika juga memberikan kesempatan kepada peserta untuk menanggapi kalimat “Kawasan dilarang merokok”. “Area no smoking, bukan maksudnya pengunjung dilarang merokok,” jawab Slamet yang merupakan guru di SMP Negeri 2 Giritontro.
Di akhir acara Ika menjelaskan tentang Penghargaan Prasidatama yang diselenggarakan oleh Badan Balai Bahasa Provinsi Jawa Tengah yang bisa diikuti oleh lembaga yang menerapkan penggunaan bahasa Indonesia di dalam dokumen-dokumennya dan di ruang publik dengan baik dan benar. Tiga nominasi Penghargaan Prasidatama adalah Hotel Owabong Purbalingga, Hotel Kesambi Semarang, dan Hotel Patra Jasa Semarang. Beliau juga menyampaikan jika ada pertanyaan terkait penggunaan bahasa Indonesia di ruang publik yang baik dan benar bisa mengakses KBBI daring, laman http://pasti.kemdikbud.go.id, atau http://ejaan.kemdikbud.go.id. Selain itu, juga bisa mengakses aplikasi Halo Bahasa atau menghubungi langsung narahubung yang tertulis dalam slide power point yang ditampilkan.
Meskipun kegiatan diklat dilaksanakan secara daring, peserta diklat sangat antusias dalam menyimak penjelasan dari narasumber. Dengan penyelenggaraan diklat ini diharapkan peserta bisa mengoptimalkan pengutamaan dan penjaminan mutu penggunaan bahasa Indonesia di ruang publik.
Nevita Nur Kholivah, S. Pd. (SMPIT Al Huda Wonogiri)